Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi suatu negara. Hukum pajak termasuk hukum publik yang berlaku Lex Specialis derogat Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Mengenai definisi pajak penulis mengutip dari berbagai sumber sebagai berikut.
Sedangkan pajak menurut UU No.28 Pasal 1 ayat 1 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang tertulis bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat.
Pajak dalam bidang pendidikan sebenarnya pemerintah telah memberikan keringanan pajak terhadap institusi pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan masih terbatasnya anggaran negara untuk bidang pendidikan. Dalam peranannya tersebut, pemerintah memberikan insentif bagi organisasi nirlaba yang menginvestasikan penghasilan yang diperolehnya pada pengembangan dunia pendidikan.
Terhadap laba yang diperoleh oleh organisasi pendidikan tersebut yang diinvestasikan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Artinya, apabila organisasi pendidikan tersebut mendapatkan laba, laba yang seharusnya dikenakan pajak (PPh) tidak akan dikenakan PPh jika laba tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana. Pemerintah memberikan jangka waktu selama 4 (empat) tahun sejak laba tersebut diperoleh, untuk ditanamkan kembali.
Akan tetapi, setelah lewat dari 4 (empat) tahun laba tersebut tidak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan. Petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian danPengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Sementara itu, sarana dan prasarana pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut:
- Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
- Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
- Pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan
- Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
PAJAK PENGHASILAN
Mulai bulan Januari 2013 pemerintah mengubah peraturan mengenai pajak, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun. Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Rp 24.300.000 Diri
Wajib Pajak
Rp 2.025.000 Tambahan
untuk Wajib Pajak dengan status KAWIN
Rp 24.300.00 Istri
bekerja dan penghasilannya digabung dengan suami
Rp 2.025.000 Anggota keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya
PTKP
Status
|
Tahunan
|
Bulanan
|
Tidak
Kawin
|
Rp 24.300.000
|
Rp 2.025.000
|
Kawin
Tidak Punya Anak
|
Rp 26.325.000
|
Rp 2.193.750
|
Kawin
Anak 1
|
Rp 28.350.000
|
Rp 2.362.500
|
Kawin
Anak 2
|
Rp 30.375.000
|
Rp 2.531.250
|
Kawin
Anak 3
|
Rp 32.400.000
|
Rp 2.700.000
|
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
|
s/d
50 JUTA
|
5%
|
DI
ATAS 50 JUTA s/d 200 JUTA
|
15%
|
DI
ATAS 200 JUTA s/d 250 JUTA
|
25%
|
DI
ATAS 500 JUTA
|
30%
|
Contoh soal Pph 21
Soal dan Jawaban dibuat oleh Imam Hamzah Akbar
Adri adalah seorang karyawan dari perusahaan PT. Bakrie Brothers, menikah dan mempunyai 3 orang anak kandung dan 1 orang anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya oleh Adri. Adri memperoleh gaji sebulan Rp 20.000.000. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh Adri dengan jumlah masing-masing 3% dan 5% dari gaji. Adri membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 5% dari gaji setiap bulan. Adri membayar iuran pensiun sebesar Rp 2.000.000. Adri juga mendapatan tunjangan makan dan transport setiap bulannya masing-masing sebesar Rp 2.000.000 dan Rp 3.000.000. Pada bulan Mei 2025 Adri hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Mei 2025 adalah sebagai berikut:
Gaji
|
20.000.000
|
|
Tunjangan Makan
|
2.000.000
|
|
Tunjangan Transport
|
3.000.000
|
|
Penghasilan bruto
|
25.000.000
|
|
Pengurangan
|
||
1. Biaya jabatan
|
||
5%x25.000.000
|
1.250.000
|
|
2. Iuran Pensiun
|
2.000.000
|
|
3. Iuran Jaminan Hari Tua
|
1.250.000
|
|
4. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
|
750.000
|
|
5. Premi Jaminan Kematian
|
1.250.000
|
|
6.500.000
|
||
Penghasilan neto sebulan
|
18.500.000
|
|
Penghasilan neto setahun
|
||
12x18.500.000
|
222.000.000
|
|
PTKP
|
||
- untuk WP sendiri
|
24.300.000
|
|
- tambahan WP kawin
|
2.025.000
|
|
-tambahan anak kandung 3 dan anak
angkat 1
|
6.075.000
|
|
32.400.000
|
||
Penghasilan Kena Pajak setahun
|
189.600.000
|
|
PPh terutang
|
||
5%x50.000.000
|
2.500.000
|
|
15%x139.600.000
|
20.940.000
|
|
23.440.000
|
||
PPh Pasal 21 bulan Mei
|
||
23.440.000 : 12
|
1.954.000
|
No comments:
Post a Comment